Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan tertentu yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pajak ini dipotong langsung oleh pihak yang membayarkan penghasilan dan wajib disetorkan ke kas negara.
Dalam artikel ini, kita akan membahas jenis transaksi yang dikenakan PPh Pasal 23 dan cara pelaporannya agar Anda dapat memahami kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
Apa Itu PPh Pasal 23?
PPh Pasal 23 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dari transaksi tertentu. Pajak ini harus dipotong oleh pihak yang melakukan pembayaran, seperti perusahaan atau instansi yang menggunakan jasa atau memberikan penghasilan tertentu.
dikenakan pada transaksi jasa, dividen, bunga, dan royalti dengan tarif tertentu sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Jenis Transaksi yang Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua transaksi dikenakan PPh . Berikut adalah beberapa jenis transaksi yang wajib dipotong pajaknya:
1. Dividen
Dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) dikenakan
2. Bunga
Pembayaran bunga, termasuk diskonto dan premium, kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT juga dikenakan pajak ini.
3. Royalti
Royalti yang dibayarkan atas hak paten, hak cipta, atau hak merek dagang juga terkena
4. Jasa Teknik, Manajemen, dan Konsultasi
Jasa yang bersifat teknis, manajerial, atau konsultasi yang digunakan oleh perusahaan wajib dikenakan pajak ini.
5. Sewa dan Penghasilan Lain Terkait Penggunaan Harta
Sewa atas penggunaan tanah, bangunan, kendaraan, atau aset lainnya juga termasuk dalam objek
Tarif PPh Pasal 23
Tarif PPh bervariasi tergantung pada jenis transaksinya. Berikut adalah tarif yang umum berlaku:
- Dividen, bunga, royalti → 15%
- Jasa teknik, manajemen, konsultasi, dan lainnya → 2%
Namun, jika penerima penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif pajak yang dikenakan akan lebih tinggi, yaitu 100% lebih besar dari tarif normal.
Cara Pelaporan PPh Pasal 23
Pajak yang telah dipotong wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem online. Berikut adalah langkah-langkah pelaporannya:
1. Melakukan Pemotongan Pajak
Sebagai pemotong pajak, pastikan Anda menghitung pajak yang harus dipotong sesuai dengan tarif yang berlaku.
2. Menyetorkan Pajak ke Bank Persepsi
Pajak yang sudah dipotong harus disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi atau melalui sistem e-Billing DJP Online.
3. Membuat Bukti Potong
Setelah menyetorkan pajak, Anda harus membuat bukti potong untuk diberikan kepada penerima penghasilan. Bukti potong ini nantinya akan digunakan oleh penerima penghasilan untuk keperluan pelaporan pajak tahunan.
4. Melaporkan SPT Masa PPhÂ
Setelah pajak disetorkan, wajib pajak harus melaporkan pemotongan tersebut melalui SPT Masa . Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Login ke DJP Online.
- Pilih menu e-Filing → SPT Masa PPh 23.
- Isi data pemotongan pajak sesuai dengan bukti potong.
- Upload file CSV hasil validasi dari e-SPT.
- Kirim SPT dan dapatkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE).
SPT Masa PPh harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pemotongan pajak.
Kesimpulan
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas transaksi tertentu, seperti dividen, bunga, royalti, dan jasa tertentu. Pajak ini dipotong oleh pemberi penghasilan dan harus dilaporkan serta disetorkan ke negara.
Dengan memahami tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak ini, Anda dapat memastikan kepatuhan pajak dan menghindari sanksi administrasi.